Yang paling banyak dikembangkan dari empat jenis tadi adalah Euchemma cottonii karena permintaan pasar yang sangat luas untuk kebutuhan industri kosmetik dan farmasi. Kalau anda suka makan es rumput laut, maka yang anda makan adalah rumput laut jenis ini. Daerah pembudidaya rumput laut Euchema cottonii bisa dijumpai di Provinsi Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, Bali, Jawa Timur, Sulawesi Tenggara dan Nusa Tenggara Barat.
Secara taksonomi bilogi, Eucheuma cottonii dapat digolongkan dan diklasifikasikan sbb:
Divisio : Rhodophyta
Kelas : Rhodophyceae
Ordo : Gigartinales
Famili : Solieriaceae
Genus : Eucheuma
Spesies : Eucheuma cottonii
Keseluruhan dari tanaman ini merupakan batang yang dikenal dengan sebutan thallus. Pada Eucheuma cottonii, thallusnya bercabang-cabang berbentuk
silindris atau pipih, percabangannya tidak teratur dan kasar (sehingga
merupakan lingkaran) karena ditumbuhi oleh nodulla atau spine untuk
melindungi gametan. Ujungnya runcing atau tumpul berwarna coklat ungu
atau hijau kuning. Spina Eucheuma cottonii tidak teratur
menutupi thallus dan cabang-cabangnya. Permukaan licin, cartilaginous,
warna hijau, hijau kuning, abau-abu atau merah. Penampakan thallus
bervariasi dari bentuk sederhana sampai kompleks. Metode budidaya yang digunakan adalah metode dasar dan lepas dasar atau metode terapung.
Untuk membudidyakan Rumput laut Eucemma cottonii yang harus diperhatikan adalah :
LOKASI BUDIDAYA
Lokasi yang mempunyai arus tidak terlalu keras tetapi juga tidak tenan. Untuk menghindari kerusakan secara fisik sarana budidaya maupun rumput laut dari pengaruh angin dan gelombang yang besar, maka diperlukan lokasi yang terlindung. Lokasi yang terlindung biasanya didapatkan di perairan teluk atau perairan terbuka tetapi terlindung oleh adanya penghalang atau pulau di sekitarnya.
SYARAT EKOLOGIS
Faktor ekologis suatu lokasi merupakan faktor terpenting, dalam
menentukan keberhasilan usaha budidaya. Parameter ekologis yang perlu
diperhatikan antara lain : Ketersediaan bibit, arus, kondisi dasar
perairan, kedalaman, salinitas, kecerahan, pencemaran dan tenaga kerja.
3.1. Ketersediaan bibit
Lokasi yang terdapat stock alami rumput laut yang akan dibudidaya,
merupakan petunjuk lokasi tersebut cocok untuk usaha budidaya rumput
laut. Apabila tidak terdapat sumber bibit dapat memperolehnya dari
lokasi lain. Pada lokasi dimana Euchema cottonii bisa tumbuh, biasanya terdapat pula jenis lain seperti Gracilaria, dan Sargassum.
3.2. Arus
Rumput laut merupakan organisma yang memperoleh makanan melalui aliran
air yang melewatinya atau melalui sintesa bahan makanan di sekitarnya
dengan bantuan sinar matahari. Gerakan air yang cukup akan menghindari
terkumpulnya kotoran pada thallus, membantu pengudaraan, dan mencegah
adanya fluktuasi yang besar terhadap salinitas maupun suhu air. Suhu
yang baik untuk pertumbuhan rumput laut berkisar 25 –29oC.
Arus dapat disebabkan oleh arus pasang surut, maupun karena angin dan
ombak. Besarnya kecepatan arus yang baik antara : 20 – 40 cm/detik.
Suatu lokasi yang memiliki arus yang baik biasanya ditumbuhi karang
lunak dan padang lamun yang bersih dari kotoran dan miring ke satu arah.
3.3. Kondisi dasar perairan
Perairan yang mempunyai dasar pecahan-pecahan karang dan pasir kasar, dipandang baik untuk budidaya rumput laut Euchema cottonii.
Kondisi dasar perairan yang demikian merupakan petunjuk adanya gerakan
air yang baik, sedangkan apabila dasar perairan yang terdiri dari karang
yang keras, menunjukkan dasar itu terkena gelombang yang besar dan
apabila dasar perairan terdiri dari lumpur, menunjukkan gerakan air yang
kurang.
3.4. Kedalaman air.
Kedalaman perairan yang baik untuk budidaya rumput laut Euchema cottonii
dengan metoda lepas dasar adalah 30 – 60 cm pada waktu surut terendah,
dan 1 - 15 m untuk sistim apung, dengan metode rakit bambu, metode
jalur dan long-line. Kondisi ini untuk menghindari rumput laut mengalami
kekeringan dan mengoptimalkan perolehan sinar matahari.
3.5. Salinitas.
Euchema adalah alga laut yang bersifat stenohaline,
relatif tidak tahan terhadap perbedaan salinitas yang tinggi. Salinitas
yang baik berkisar antara 28 - 34 ppt dengan nilai optimum adalah 33
ppt. Untuk memperoleh perairan dengan salinitas demikian perlu dihindari
lokasi yang berdekatan dengan muara sungai.
3.6. Kecerahan.
Rumput laut memerlukan cahaya sebagai sumber energi guna pembentukan
bahan organik yang diperlukan bagi pertumbuhan dan perkembangannya yang
normal. Lokasi yang potensial hendaknya dipilih yang memiliki kecerahan
air tinggi.
Air yang keruh biasanya mengandung lumpur dan dapat menghalangi
tembusnya cahaya di dalam air, dan dapat menimbun permukaan thallus,
sehingga akan mengganggu pertumbuhan dan perkembangannya. Lokasi yang
baik bagi budidaya rumput laut memiliki kecerahan lebih dari 1,5 m pada
pengukuran dengan alat secchi disk.
3.7. Pencemaran.
Lokasi yang telah tercemar, baik yang berasal dari limbah rumah tangga,
aktivitas pertanian, maupun limbah industri harus dihindari untuk
budidaya rumput laut, Sebaiknya dihindari pula lokasi budidaya yang
berdekatan dengan muara sungai, karena terutama pada saat musim
penghujan, merupakan sumber sampah dan kotoran lumpur. Kondisi ini akan
menutupi permukaan thallus rumput laut dan akan mempengaruhi
pertumbuhannya.
3.8. Tenaga kerja.
Dalam memilih tenaga kerja yang akan ditempatkan di lapangan sebaiknya
dipilih yang bertempat tinggal berdekatan dengan lokasi budidaya, dan
memiliki kemauan bekerja. Hal ini dapat menghemat biaya.
Sistim Lepas Dasar.
Metode ini merupakan perbaikan dari metode sebelumnya. Dimana pada
daerah yang telah ditetapkan (lokasi budidaya) dipasang patok-patok
secara teratur berjarak antara 50 – 100 cm. Pada sisi yang berlawanan
dengan jarak 50 – 100 m juga diberi patok dengan jarak yang sama. Satu
patok dengan patok lainnya dihubungkan dengan tali jalur yang telah
berisi rumput laut tersebut. Pada jarak 3 meter diberi pelampung kecil
yang berfungsi untuk menggerakan tali tersebut setiap saat agar tanaman
bebas dari lumpur (adanya sedimentasi)
Sistim Apung
a. Metode rakit
Metode ini sering disebut metode rakit kotak, dibentuk dari empat buah
bambu yang dirakit sehingga berbentuk persegi panjang dengan ukuran 2,5 -
4 x 5 - 7 m. Pada rakit tersebut dipasang tali pengikat rumput laut
secara membujur dengan jarak 30 cm kemudian rumput laut (bibit) diikat
pada tali tersebut. Berat bibit yang digunakan berkisar antara 50 –
100 gram. Setelah rumput diikat maka rakit tersebut ditarik dan
ditempatkan pada lokasi yang telah ditetapkan dengan menggunakan dua
buah jangkar pada kedua ujung rakit tersebut dengan kedalaman perairan
berkisar antara 0,5 – 10 meter.
b. Metode Long Line berbingkai
Konstruksi metode ini semuanya terbuat dari tali PE. Adapun teknik
pembuatan konstruksinya sbb : Menyiapkan tali PE Ø 0,10 cm sepanjang 260
m. Kedua ujung tali tersebut dihubungkan kemudian dirancang hingga
berbentuk persegi panjang berukuran 100 x 25 m. Pada keempat sudut
dilengkapi dengan empat buah pelampung yang berfungsi mempertahakan
konstruksi agar tetap berada pada permukaan air. Agar konstruksi
tersebut tetap pada posisi yang diharapkan maka pada keempat sudut yang
sama dilengkapi dengan enam buah jangkar. Setelah selesai menyiapkan
konstruksi maka tahap berikutnya adalah menyiapkan 165 buah tali jalur
yang terbuat dari tali PE Ø 0,5 cm. Tali tersebut dipotong masing –
masing 25 m sesuai dengan panjang konstruksi. Pada satu tali jalur
dipasang 120 tali coban (tali
titik) berjarak 25 cm yang berfungsi sebagai tempat mengikat bibit yang akan digunakan.
Bibit yang digunakan adalah tanaman muda dari hasil budidaya. Sebelum
diikat bibit tersebut dipotong agar ukurannya sesuai dengan bobot yang
dikehendaki. Untuk mengetahui perkembangan tanaman, ditentukan beberapa
sampel dengan berat rata-rata 100 gram kemudian setiap minggu
dilakukan penimbangan sampel tersebut.
c. Metode jalur (kombinasi)
Metode ini merupakan kombinasi antara metode rakit dan metode long
line. Kerangka metode ini terbuat dari bambu yang disusun sejajar, pada
kedua ujung setiap bambu dihubungkan dengan tali PE Ø 0,6 cm sehingga
membentuk persegi panjang dengan ukuran 5 x 7 m. perpetak. Satu unit
metode ini terdiri dari 7 – 8 petak dan pada kedua ujung setiap unit
diberi jangkar. Kegiatan penanaman diawali dengan mengikat bibit
rumput laut ke tali jalur yang telah dilengkapi tali PE Ø 0,1 cm.
Setelah bibit diikat pada tali jalur maka tali jalur tersebut dipasang
pada kerangka yang telah tersedia dengan jarak tanam yang digunakan
minimal 25 cm x 30 cm.
Bibit.
Dalam satuan unit usaha budidaya rumput laut diperlukan perhatian
khusus tentang bibit yang digunakan. Disarankan, untuk setiap kegiatan
usaha budidaya rumput laut harus memiliki rakit khusus sebagai penyuplai
bibit. Karena dengan rakit khusus ini bibit yang digunakan dapat
tersedia setiap saat dan dapat memenuhi kriteria bibit yang baik.
Kriteria bibit yang baik:
- Bercabang banyak dan rimbun,
- Tidak terdapat bercak dan terkelupas,
- Warna spesifik (cerah),
- Umur 25 – 35 hari,
- Berat bibit 50 – 100 gram.
Penanaman
Kegiatan penanaman untuk semua metode relatif sama, penanaman diawali
dengan mengikat rumput laut (bibit) ke tali jalur yang telah dilengkapi
dengan tali pengikat rumput laut. Pengikatan bibit rumput laut harus
dilakukan di lokasi yang terlindung dari sinar matahari langsung,
umumnya dilakukan ditepi pantai di bawah pohon atau pondok yang
disiapkan khusus. Berat bibit yang ditanam berkisar antara 50 sampai
100 gram per ikatan.
Jarak tanam (jarak antar tali jalur) untuk metode rakit dan metode
jalur relatif sama yaitu 30 – 35 cm, sedangkan jarak tanam untuk metode
long - line berkisar antara 50 – 100 cm. Setelah selesai mengikat
rumput laut maka tali jalur yang berisi rumput tersebut diikatkan pada
kerangka yang telah tersedia.
Pengontrolan Rutin
Keberhasilan suatu usaha budidaya rmput laut sangat tergantung dari
manajemen budidaya rumput laut. Kegiatan pengontrolan merupakan kegiatan
rutin yang dilakukan sesering mungkin untuk membersihkan tanaman dari
tanaman pengganggu dan juga untuk melakukan penyulaman terhadap tanaman
yang terlepas. Khusus untuk kegiatan penyulaman hanya dilakukan pada
minggu pertama setelah rumput laut ditanam.
Panen dan Pasca panen
Akhir dari kegiatan proses produksi budidaya rumput laut adalah
pemanenan, oleh sebab itu kegiatan pemanenan hingga penanganan pasca
panen harus dilakukan dengan memperhatikan hal-hal yang akan berpengaruh
terhadap kualitas produk yang akan dihasilkan. Secara umum kebutuhan
akan rumput laut Eucheuma cottonii (Kappaphucus alvarezii)
adalah untuk mendapatkan bahan karagenan yang terkandung dalam rumput
laut tersebut. Untuk mendapatkan rumput laut yang memiliki kandungan
karagenan sesuai dengan kebutuhan industri maka beberapa hal yang perlu
mendapat perhatian untuk dilakukan adalah sebagai berikut:
Umur
Umur rumput laut akan sangat menentukan kualitas dari rumput laut
tersebut. Jika rumput laut tersebut akan digunakan sebagai bibit maka
pemanenan dilakukan setelah rumput laut berumur 25 – 35 hari karena pada
saat itu tanaman belum terlalu tua. Sedangkan jika rumput laut
tersebut dipanen untuk dikeringkan maka sebaiknya pemanenan dilakukan
pada saat rumput tersebut berumur 1,5 bulan atau lebih karena pada umur
tersebut kandungan karaginan cukup tersedia.
Cuaca
Hal kedua yang sangat penting pada saat panen adalah cuaca. Jika
pemanenan dan penjemuran dilakukan pada cuaca cerah maka mutu dari
rumput laut tersebut dapat terjamin. Sebaliknya jika pemanenan dan
penjemuran dilakukan pada cuaca mendung akan terjadi proses fermentasi
pada rumput tersebut yang menyebabkan mutunya tidak terjamin.
Cara Panen
Pembudidaya yang memiliki usaha dalam jumlah besar hendaknya melakukan
kegiatan pemanenan dengan cara melepaskan tali jalur yang berisikan
rumput laut siap panen. Rumput laut tersebut diangkut ke tepi pantai
kemudian dirontokan dengan jalan memasang dua patok kayu dalam satu
lubang kemudian kedua ujung patok atas direntangkan sehingga membentuk
huruf Y. Setelah itu dua sampai tiga ujung dari tali jalur yang
berisikan rumput laut hasil panen tersebut dimasukkan ke antara kedua
patok tersebut dan ditarik sehingga rumput laut rontok dan siap untuk
dijemur. Hal ini akan menimbulkan luka yang cukup banyak pada rumput
laut tersebut. Kondisi ini akan memberikan dampak yang kurang baik
dimana pada luka tersebut akan mengakibatkan keluarnya air termasuk
karagenan yang terkandung dalam rumput laut tersebut. Oleh sebab itu
pemanenan yang baik adalah meminimalkan luka pada rumput laut dari
setiap hasil panen tersebut.
Cara panen dan pasca panen hasil budidaya rumput laut yang dilakukan :
- Proses perontokan rumput laut dapat dilakukan seperti di atas tetapi cukup dengan satu tali jalur.
- Perontokan rumput dilakukan dengan memotong setiap tali pengikat rumput laut.
- Penjemuran rumput laut dilakukan sekaligus dengan tali jalur tanpa dirontokkan. Setelah hari ke dua rumput laut tersebut dapat dirontokkan dengan jalan memotong thalus tempat mengikat rumput laut tersebut.
- Penjemuran harus dilakukan diatas wadah penjemuran agar terhindar dari kotoran (sebaiknya di atas para-para).
- Penjemuran sebaiknya dilakukan selama 3 – 4 hari pada cuaca cerah (apabila cuaca mendung maka penjemuran dapat dilakukan lebih dari 4 hari).
- Hindari rumput laut yang dijemur dari air hujan dengan cara menyiapkan plastik atau terpal di lokasi penjemuran.
- Umur panen 45 hari atau lebih,
- Kurangi luka pada thallus saat panen,
- Penjemuran dilakukan di atas wadah,
- Kadar air 30 – 35 % dan
- Kemurnian minimal 97 %