Jumat, 12 April 2013

MENGENAL POHON KEPUH YANG MULAI LANGKA


Kepuh atau pranajiwa atau dalam bahasa latin dinamakan Sterculia foetida Linn. Dalam bahasa inggris disebut sebagai “wild almoun” karena bentuk bijinya seperti biji almoun. Rasanyapun juga gurih dan berlemak. Pranajiwa dibeberapa daerah dikenal dengan beberapa nama seperti, kepoh, jangkang, kalumpang, dan beberapa daerah menamakan sebagai buah gendruwo karena bentuk buah yang cukup aneh dan berukuran besar. Karena keberadaannya mulai jarang ditemui, maka tanaman pranajiwa sudah dikatagorikan Langka. Tanaman Pranajiwa saat ini hanya ditemukan dibeberapa tempat yang dianggap keramat seperti kuburan, punden ataupun tempat-tempat yang jauh dari keramaian manusia. Karena keberadaannya inilah tanaman pranajiwa dinamakan sebagai tanaman “gendruwo”

(Sterculia foetida L.) adalah tanaman tahunan yang banyak tumbuh dan berkembang di daerah tropis. Tanaman ini memiliki banyak manfaat, salah satunya memiliki potensi sebagai bahan biodiesel. Populasi yang semakin jarang dan sedikitnya informasi mengenai pranjiwa menyebabkan budidaya kurang maksimal. Upaya pelestarian dan budidaya yang tepat dapat dilakukan dengan mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya mengenai tanaman ini, salah satunya dengan informasi genetik.
Klasifikasi:
  • Kingdom: Plantae
  • Divisi: Magnoliophyta
  • Kelas: Magnoliopsida
  • Ordo: Malvales
  • Family: Sterculiaceae
  • Genus: Sterculia
  • Species: Sterculia foetida L
Pranajiwa / Kepuh atau dalam bahasa latinnya Sterculia foetida Linn. merupakan salah satu spesies tanaman di Indonesia yang berasal dari Afrika Timur, Asia Tropik dan Australia. Tanaman ini berupa pohon yang cukup besar dengan tinggi mencapai 30 meter. Tanaman Kepuh dapat tumbuh dengan cepat dan merupakan spesies yang setiap bagian organ tubuhnya banyak bermanfaat bagi kehidupan manusia. Di beberapa daerah di Jawa Tengah, tanaman kepuh hanya dijumpai ditempat-tempat yang dianggap keramat seperti kuburan, punden (kuburan atau sumber air atau tempat yang dikeramatkan), sehingga masyarakat mengenalnya sebagai tanaman keramat. Buah kepuh yang bentuknya cukup unik yaitu terdiri dari 5 benjolan (lokus) cukup besar dengan berat + 1 – 3 kg sering masyarakat menamakan sebagai buah ”Genderuwo”. Biji-biji kepuh dibiarkan jatuh dan tidak dimanfaatkan secara optimal karena banyak orang yang takut untuk memanfaatkannya.

Semua bagian tanaman dari kulit batang, daun atau buah dan bijinya sering dimanfaatkan sebagai campuran jamu. Kulit pohon dan daun dapat digunakan sebagai obat untuk beberapa penyakit antara lain rheumatic, diuretic, dan diaphoretic. Kulit buah Kepuh juga dapat digunakan sebagai bahan ramuan untuk membuat kue dan bijinya dapat dimakan. Kayu pohonnya dapat digunakan sebagai konstruksi bangunan rumah, bahan pembuat kapal, kotak kontainer, dan kertas pulp. Biji kepuh mengandung minyak nabati yang terdiri atas asam lemak yaitu asam sterkulat yang berumus molekul C19H34O2. Asam lemak ini dapat digunakan sebagai ramuan berbagai produk industri seperti kosmetik, sabun, shampoo, pelembut kain, cat, dan plastik. Asam lemak minyak Kepuh juga dapat digunakan sebagai zat adaptif biodiesel yang memiliki titik tuang 180C menjadi 11,250C.

Secara ekologis, tanaman kepuh juga berfungsi sebagai mikro habitat hewan tertentu. Di Taman Nasional Komodo (Pulau Komodo) dilaporkan bahwa populasi burung kakak tua jambul kuning (Cacatua subphurea parvula) yang dilindungi menggunakan dan memanfaatkan pohon Kepuh sebagai sarangnya. Selain itu karena pohon Kepuh memiliki tajuk dan perakaran yang cukup besar, maka dapat berfungsi sebagai pengatur siklus hidrologi karena akarnya dapat menahan air tanah dengan kapasitas yang cukup besar.

Manfaat
Adapun manfaat dari tumbuhan ini ialah sebagai korek api dan Abu kulit buah dan buah kepuh dan kembang pulu memberikan warna merah Jawa Tengah. 
Buah kepuh, jeruk, kunyit dan kembang pulu menghasilkan warna jingga Jawa Tengah. 
Di Jawa biji kepuh dipakai sebagai bahan jamu. 
Kayunya berwarna putih keruh, ringan, dan kasar; tidak kuat, tidak awet, serta tidak tahan terhadap serangan serangga. Kayu ini, meskipun mudah didapatkan dalam ukuran besar, kurang baik untuk bangunan karena mudah rusak. Biasanya digunakan untuk membuat biduk, peti pengemas, dan batang korek api. Namun begitu, pohon kepuh yang tua dapat menghasilkan kayu teras bergaris-garis kuning yang cukup baik untuk membuat perahu dan peti mati. Mungkin juga kayunya ini cocok untuk mebel. 
Daun-daunnya konon digunakan untuk mengobati demam, mencuci rambut, dan sebagai tapal untuk meringankan sakit pada kaki dan tangan yang terkilir atau patah tulang. Kulit kayunya diseduh sebagai obat penggugur kandungan (abortivum). 
Kulit buahnya yang tebal dibakar hingga menjadi abu, dan digunakan untuk memantapkan warna yang dihasilkan oleh kesumba. Air rendaman abu ini juga digunakan sebagai obat penyakit kencing nanah. Biji kepuh mengandung minyak (khas, karena testanya juga mengandung minyak, selain pada embrio). Sebagaimana dicatat oleh Heyne[1], inti bijinya mengandung 40% minyak kuning muda yang tak mengering. Biji-biji ini disangrai untuk dimakan atau dibuat sambal. 
Biji kepuh dulu juga acap dikempa untuk diambil minyaknya, yang berguna sebagai minyak lampu, minyak goreng, atau, di Kangean, sebagai malam untuk membatik. Mengandung senyawa racun, biji ini juga dimanfaatkan sebagai obat (bahan jamu).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar